Beranda | Artikel
Kitabul Jami Bab 2 - Hadits 2 - Larangan Memutus Silaturahim
Selasa, 4 Agustus 2020

Larangan Memutus Silaturahim

Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صلى الله عليه و سلم : لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ ، يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Jubair bin Muth‘im radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi orang yang memutuskan silaturahim, yaitu tidak masuk surga. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan adab atau akhlak adalah permasalahan yang penting. Betapa tidak, akhlak dan adab ternyata dapat menjadi penyebab masuk surga atau masuk nerakanya seseorang.

Jika pada pembahasan yang lalu kita telah mengetahui bahwa di antara keutamaan menyambung silaturahim adalah bisa menyebabkan masuk surga (sebagaimana yang Allāh sebutkan dalam surat Ar-Ra’d), maka sebaliknya Allāh juga menjelaskan bahwa memutuskan silaturahim merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam neraka. Allāh ﷻ berfirman,

وَٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مِيثَٰقِهِۦ وَيَقْطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوٓءُ ٱلدَّارِ

“Orang-orang yang merusak janji Allāh setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allāh perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’d: 25)

Ancaman dalam ayat ini sangat jelas. Disebutkan bahwa di antara yang menyebabkan seseorang mendapat laknat dan masuk neraka jahannam adalah memutuskan silaturahim.

Dalam ayat yang lain Allāh ﷻ juga berfirman,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22)

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰٓ أَبْصَٰرَهُمْ

“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allāh dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 23)

Ayat-ayat ini juga berisi ancaman yang keras terhadap orang yang memutus silaturahim. Disebutkan pada ayat ini bahwa orang yang memutuskan silaturahim akan dilaknat oleh Allāh, dibutakan penglihatan mereka, dan dijadikan telinga mereka tuli sehingga tidak bermanfaat bagi mereka ayat-ayat Allāh ﷻ.

Para pembaca yang dirahmati Allāh ﷻ. Derajat menyambung silaturahim terhadap kerabat ada 3 tingkatan berikut ini.

Tingkatan yang pertama adalah tingkatan yang paling afdhal, paling mulia, yaitu menyambung silaturahim terhadap kerabat yang memutuskan silaturahim.

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Bukanlah penyambung silaturahim adalah yang hanya menyambung kalau dibaiki, akan tetapi penyambung silaturahim adalah yang tetap menyambung meskipun silaturahimnya diputuskan (oleh kerabatnya).” (HR. Al-Bukhari)

Artinya, penyambung silaturahim yang sesungguhnya adalah orang yang jika diputuskan silaturahim dia tetap menyambungnya.

Dalam Shahih Muslim disebutkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ. قَالَ: ” لَئِنْ كُنْتَ كَمَا تَقُولُ، فَكَأَنَّمَا  تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ، وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ، مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,  ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai kerabat, aku menyambung silaturahim kepada mereka, namun mereka memutuskan silaturahim kepadaku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku. Aku bersabar dengan mereka sementara mereka berbuat kejahilan kepadaku, yaitu dengan mengucapkan kata-kata yang buruk.” Maka kata Nabi ﷺ, “Kalau engkau benar sebagaimana yang engkau katakan, maka seakan-akan engkau memasukkan debu yang panas di mulut-mulut mereka, dan senantiasa ada penolong dari Allah bersamamu atas mereka selama engkau dalam kondisi demikian.” (HR. Muslim no. 2.558)

Maksudnya, Rasulullah ﷺ menjelaskan kalau dalam kondisi demikian, maka sesungguhnya engkau menghinakan mereka, seakan-akan engkau memasukkan debu yang  panas ke dalam mulut mereka, karena mereka berusaha berbuat buruk dan engkau terus membalas dengan kebaikan.

Ini adalah tingkat silaturahim yang tertinggi, karena menyambung silaturahim bukan untuk mendapatkan balasan kebaikan dari kerabat, tetapi karena Allāh ﷻ dan berharap surga.

Tingkatan kedua adalah menyambung silaturahim jika kerabat berbuat baik, sedangkan jika kerabat tidak berbuat baik, maka dibalas dengan tidak baik juga.

Tingkatan yang ketiga adalah tingkatan yang buruk dan haram yang menyebabkan masuk neraka, yaitu memutus silaturahim, tidak menyambung silaturahim, acuh kepada kerabat, tidak menghubungi mereka, tidak berbuat baik kepada mereka bahkan berbuat kasar. Maka, ia telah melakukan perbuatan yang terancam dengan neraka jahannam.

Semoga Allāh menjadikan kita termasuk orang-orang yang menyambung silaturahim dan menjadikan kita orang yang bersabar seandainya ada kerabat yang berbuat buruk kepada kita.

Semoga Allāh ﷻ memasukkan kita semua ke dalam surga.

Wallahu a’lam.


Artikel asli: https://firanda.com/4131-kitabul-jami-bab-2-hadits-2-larangan-memutus-silaturahim.html